“Bumi dianugerahkan kepada semua orang, bukan hanya kepada
yang kaya. ”Tak seorang pun berpikir itu komunisme: Kekayaan pribadi,
ya, jika berlaku untuk semua. Tetapi
bukan kekayaan pribadi yang mengorbankan….” (Paus Paulus VI)
“Perdamaian adalah cita-cita kami. Bukan sembarang
perdamaian. Bukan perdamaian palsu. Perdamaian murni yang diberikan Kristus
kepada semua orang yang berkehendak baik.” (Dom Helder
Camara)
“Saya menghormati mereka yang setelah mempertimbangkannya,
telah memilih dan akan memilih kekerasan”. (Dom Helder
Camara)
A.
Riwayat Hidup
Dom Helder Camara lahir di wilayah timur laut (Nordeste) Februari 1909, di
Fortalesa, ibukota Negara bagian Ceara. Setelah menempuh pendidikan di
seminari, uskup agung masa depan itu ditasbihkan sebagai imam tahun 1931. Tahun
1934 ia sudah diangkat sebagai Menteri Pendidikan di negara bagian Ceara, dan
pada tahun 1936 ia pindah ke Rio de Janeiro, tempat ia tinggal selama 28 tahun
berikutnya sampai meninggal
27 agustus 1999.
Pengalaman
mengorganisir konferensi uskup-uskup Brazil, ia diangkat menjadi uskup
pembantu (auxiliaris) oleh Cardinal Jaime de Barros Camara dari Rio ---tak ada hubungan keluarga dan sebagai tambahan, ia
mengorganisir kongres ekaristi internasional di Rio.
Di masa
mudanya ia tergoda oleh fasisme gaya Brazil “integrisme”. Ia sempat bergabung
dengan gerakan tersembunyi
selama 2 tahun dan semua orang bicara
tentang Tuhan, tanah air dan keluarga. Inspirasinya lebih pada Salazar dari pada Hitler atau Mussolini dan ide sederhana bahwa
ketertiban lebih penting daripada keadilan.
Walaupun
Dom Helder Camara seorang uskup yang energik di Nordeste serta sering
berkunjung ke berbagai negara untuk menyuarakan permasalahan rakyat dunia ketiga,
baru 1968 Ia benar-benar menjadi tokoh
dunia dan simbol. Dom
Helder Camara lebih seorang nabi daripada seorang politisi atau teolog.
Orangnya sederhana dalam cara hidupnya, cara bergaul---sederhana sebagaimana seharusnya seorang Nabi.
B.
Teori Spiral Kekerasan
Spiral Kekerasan Dom Helder Camara bisa
dikatakan sebagai sebuah karya
teoritis tentang kekerasan yang sangat berharga---teori ini bisa disejajarkan dengan teori kekerasan struktural
(structural violence) yang lebih bersifat deduktif-analitik, sementara teori spiral
kekerasan Dom Helder Cemara bersifat induktif-analitik---di angkat dari observasi dan pengalaman lansung di lapangan,
sehingga lebih lugas dan mudah dipahami. Teori ini dapat dijelaskan dari bekerjanya tiga bentuk kekerasan bersifat
personal, institusional, dan struktural, yaitu ketidakadilan, kekerasan
pemberontakan sipil, dan represi Negara. Ketiganya saling berkaitan satu sama
lain, kemunculan kekerasan satu
menyebabkan kekerasan lainnya.
Dengan teori spiral kekerasan ini Dom Helder Cemara tampak sebagai seorang strukturalis yang menyadari sepenuhnya bahwa
kekerasan merupakan realitas multidimensi, tidak bisa dipisahkan keterkaitannya
antara kekerasan yang satu dengan
kekerasan yang lainnya.
Dari ketiga bentuk kekerasan tersebut, Ketidak
Adilan (Kekerasan Nomor 1) yang
paling mendasar dan menjadi sumber utama. Kekerasan
jenis ini sebagai gejala yang menimpa baik perseorangan, kelompok, maupun negara akibat bekerjanya
ketidakadilan sosial dan ketimpangan ekonomi internasional. Ketidakadilan
terjadi akibat upaya kelompok elit
nasional mempertahankan kepentingan mereka sehingga terpelihara struktur yang
mendorong terbentuknya kondisi “sub-human”---kondisi
hidup di bawah standar layak untuk hidup sebagai manusia normal. Kondisi
“sub-human” ini selanjutnya menciptakan ketegangan terus-menerus di masyarakat dan mendorong munculnya Pemberontakan (Kekerasan Nomor 2) di kalangan masyarakat sipil. Dalam kondisi “sub-human”itu
manusia menderita tekanan, alienasi, dehumanisasi martabat, kemudian
mendorong mereka yang menderita tekanan struktural melakukan pemberontakan
dan protes. Ketika
komflik, protes dan
pemberontakan menyembul
kepermukaan, ketika Kekerasan Nomor 2 coba melawan Kekerasan
Nomor 1, penguasa memandang dirinya berkewajiban memelihara
ketertiban---meskipunn harus dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Dari sini kemudian muncul Represi Penguasa (Kekerasan Nomor 3)
sebagai penggunaan kekuatan dan
cara-cara kekerasan oleh lembaga Negara untuk menekan pemberontakan sipil.
Bekerjanya tiga jenis kekerasan itu menyerupai spiral,
karena itu camara menyebutnya dengan spiral kekerasan, Ketidak
Adilan (kekerasan nomor 1) mendorong Pemberontakan Sipil (kekerasan nomor 2) untuk,
selanjutnya mengundang hadirnya Represi
Negara (kekerasan
nomor 3). Ketika Represi Negara diberlakukan, hal itu selanjutnya memperparah
kondisi ketidakadilan (kekerasan nomor 1) sehingga
terbentuklah Spiral kekerasan. Seperti dikatakan Camara, “ketika kekerasan disusul dengan
kekerasan, dunia jatuh ke dalam spiral kekerasan”.
C.
Penutup
Di tengah situasi kehidupan kita yang dikepung oleh kekerasan
dari berbagai arah, ajaran para pejuang perdamaian dan kemanusian seperti
sebuah “kilatan cahaya” yang bisa menerangi jalan gelap.
Warisan para pejuang
perdamaian dan kemanusian berupa lembaran-lembaran tulisan dan catatan harian
mereka ketika berjuang melawan
ketidakadilan dan ke-zaliman
struktural
semuanya bagaikan “sumber mata air“ di tengah padang
pasir yang kering kerontang.
Spiral of Violence dari Dom Helder Camara didasarkan pada
pengalaman hidupnya sehari-hari sebagai
tokoh agama, pekerja sosial dan pejuang perdamaian. dipadukan dengan peran keagamaan,
politik dan sosialnya. Semuanya
mencerminkan pribadinya yang jujur, apa
adanya, lembut, sederhana, namun sangat keras ketika menyikapi ketidakadilan,
kekerasan dan kesewenangan penguasa.
Dom Helder Camara sungguh seorang pejuang kemanusiaan dan perdamaian,
bisa disejajarkan dengan para pejuang
perdamaian pendahulunya seperti Gandhi dan Martin Luther King, Jr. Di besarkan dalam lingkungan komunitas yang penuh ketidakadilan, represi dan kekerasan di
sebuah kota ditimur laut Brasil,
fortalesa. Ditengah batu karang kehidupan tersebut, ia justru bangkit
dan tumbuh menjadi tokoh gereja yang di hormati, seorang pekerja sosial yang tangguh dan pejuang
anti-kekerasan yang tidak mengenal lelah. Ia dengan langkah ringan dan hidup sederhana
terjun dalam dunia pendidikan dan politik melakukan pemberdayaan politik warga
Negara yang tidak berdaya menghadapi kesewenangan penguasa.
* Arwan Nurdin: Disampaikan dalam diskusi Ilmiah, 23 Mei 2014, Kampus I
UVRI Jl. Gunung Bawakaraeng No.72 Makassar.
Sumber : Camara, Dom Helder. 2000.
Sprila Kekerasan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
What is the Difference between the Baccarat and
BalasHapus› › Online Games worrione › Blackjack › › Online Games › Blackjack A blackjack, also called the American version, is the only kadangpintar form of casino gambling that does not include a player's own cards. It is played with a standard 52-card deck 메리트카지노총판